search here and find more articles

Senin, 27 April 2009

sastra_

Hemm… Ironis sekali jika dulu di Indonesia hampir semua orang (pelajar/ mahasiswa) tak suka pada sastra. Yang mereka tahu sekedar Siti Nurbaya, garis besar ceritanya tanpa pernah tahu seperti apa cerita lengkapnya. Yang di kenal adalah Chairil Anwar yang di kenal melalui puisi "AKU", tapi jarang sekali yang mau membeli bahkan sekedar membaca buku "AKU BINATANG JALANG."
Sampai akhirnya perubahan muncul seiring datangnya penjaga sastra periode ini. Di dalangi oleh Helvi Tiana Rosa, Habiburrahman el Shirazy, Andrea Hirata dan nama-nama lain yang dari kacamata orang berbeda-beda kepopulerannya. Namun perubahan itu ternyata membawa dampak lain dalam dunia sastra. Seiring menjamurnya karya sastra di pasaran dan mulai di terima public Indonesia. Ternyata banyak dari karya itu di bajak! Kasihan para penerbit, kasihan para penulis, kasihan para penjaga sastra. Biasanya kamus bahasa asing yang menjadi obyek untuk dibajak, sekarang ratusan novel best seller pun ikut di bajak. Ironis sekali lagi, minat baca publik pun meningkat pada buku bajakan yang harganya adalah 30% dari harga asli.
Sadar atau tidak, sastra yang ada lama-kelamaan hanya akan berputar di satu ruang pacuan tanpa pernah berkembang atau pun maju. Yang ada adalah sastra instant, yang muncul sekejap dan member kekenyangan batin sekejap juga.
Ironis sekali, jika hari ini kita tidak mau ikut serta penyelenggaraan menyelamatkan sastra. Selenggarakan pesta sastra, dengan berkarya sastra, membaca buku sastra, atau mungkin membagi dan mendiskusikan apa yang aku tulis ini.
Mari, jadikan sastra menjadi ironis sekali untuk di tanggalkan.
250108