Ini hanya sebuah catatan perjalan kecilku di Surabaya. Tapi bagaimanapun juga ini adalah ilmu baru buatku. Kalau dulu saat masih di Solo semarak dengan agenda bazar buku atau book fair, Surabaya lebih di dominasi dengan bazar elektronik semisal komputer dan juga pameran mobil. Entah berapa kali dalam setahun, yang jelas akhirnya setelah hampir satu semester menunggu, di Surabaya ada juga bazar buku. Penerbitnya tingkat nasional, tapi kebanyakan dari mereka juga pernah ku temui di book fair saat Di solo. Memang aku akui, tak begitu banyak buku yang menarik buatku, satu-satunya buku yang ku beli adalah buku dari penerbit Djembatan, aku lupa judulnya, tapi banyak sekali khasanah satra tercakup di dalamnya, buku gaek, tapi merangsang otakku lahap menelaahnya.
Tak perlu berlama-lama untuk intermezo, perkenalkan namanya Mbak Widi, seorang penulis buku yang bergabung dengan penerbit GAGAS Media. Sore itu, tanggal 14 Desember 2008 di Gedung conventional hall daerah Surabaya timur, dia yang mengisi salah satu agenda tentang kepenulisan. Satu lagi pemakalah yang hadir adalah mas Anang, berkepribadian lugas dan low profile, berbeda dengan mbak Widi yang ceplas-ceplos dan agak rame seh orangnya hehehe..
Satu hal yang perlu di cacat, bahwasanya menulis dan membaca itu ibarat 2 sisi mata uang, alias tak bisa di pisahkan. Kemudian untuk tangkas dalam menulis apapun, kita harus menambah dan mempunyai banyak referensi. Kebiasaan menulis juga harus di lakukan setiap saat, karena meskipun kita menulis satu kalimat tak pentingpun, suatu saat akan bermanfaat. Kita bisa memanfaatkan note book atau juga draft dalam email untuk menyimpan kalimat-kalimat itu untuk suatu saat kita kembangkan untuk menjadi sebuah tulisan yang utuh dan bermanfaat, setidaknya untuk kita konsumsi sendiri.
O ya, kata Mbak yang beberapa kali mengatakan "mati aja lho..!!" itu, penulis kadang mengalami kemandekan (stagnasi) dalam menulis atau istilahnya writers block gitu lah, gak tahu tulisanya bener atu tidak. Gejalanyanya disebabkan karena over idea atu mungkin zero idea. Hal ini juga bisa timbul akibat tidak adanya sebuah terobosan baru, ataupun inovasi dalam tekhnik menulis. Nah, cara untuk keluar dari hal ini sebenernya sangat mudah, tergantung pada individu penulis, contohnya; ada penulis yang malas nulis lalu dia tidur, maen, atu bahkan memaksa utuk tetap menulis meskipun malas, tabrak aja kemalasan itu. Cari sendiri jalan keluarmu...!!
Selain itu, untuk refresh terkadang kita juga butuh membuka kamus, mencari kata yang baru atau belum pernah kita gunakan untuk bereksperimen menciptakan suatu kalimat saja. Terus kebiasaan yang membantu juga adalah keluar rumah, nongkrong ditempat ramai dengan memasang telinga kita, istilahnya "nguping" gitu lah, dengarkan apa saja yang orang-orang sekitar kita sedang bicarakan. Dari sini akan ada ide-ide, tema ataupun kata baru yang akan menambah referensi di otak kita.
Heemm.... setelah membahas kepenulisan secara umum, kita jump sedikit ke penulisan non fiksi, mas Anang kebetulan membbagi ilmunya untuk ku. Kalau dalam non fiksi, salah satu kelebihannnya adalah kebebasan kita untuk bicara suatu hal yang vulgar, ini syah hukumnya, contoh simpelnya "kanker Payudara" it's oke karena ini ilmiah. Aku jadi ingat kata-kata sorang seniman yang aku temui di TBJT (Taman Budaya jawa Tengah), seniman hanya akan dinggap WARAS di dunia sastra dan seni, sedang di khalayak umum, mayoritas masyarakat menganggapnya GENDENG hahahaha... ternyata semua hal punya ruang lingkup sendiri-sendiri ya? Buktinya WC untuk cewek dan cowok di terminal atau di kampus terpisah, maaf kalau tidak setuju tapi otakkku tiba-tiba saja punya pengandaian itu.
Kembali ke pembahasan, dalam nonfiksi tulisan harus logis, ilmiah dan bisa dipertanggung jawabkan, setidaknya 3 hal itu wajib terpenuhi.
Sedikit melebar tentang buku, karena saat itu ada sesi tanya jawab maka aku acungkan jari ku. Inti pertanyaannya adalah kenapa banyak banget buku yang gak bermutu di cetak, buktinya banyak buku-buku tebal tapi harganya cuma Rp. 3.500,-, apa tidak kasihan penerbit dan penulisnya? trus gimana cara untuk menciptakan buku bermutu itu?. Ini dia jawaban dari Mbak widi yang kuhitung sudah empat kali dia mengacungkan jarinya kemuka, dengan tegas dia katakan "Setiap buku itu bermutu." Harga tidak bisa jadi patokan mutu suatu buku. Huh... tidak sepaham dengan opini ku ternyata, tapi ada benarnya juga karena alasan yang dia berikan cukup logis, yaitu dari penerbit sangat wajar sekali jika menurunkan harga dengan drastis karena pasaran suatu buku itu juga mengalami fluktuasi. Contohnya, bulan ini masyarakat lebih tertarik pada novel maka buku religi ataupun sience akan di turunkan harganya. Selain itu, ada kok penulis yang tidak terlalu berharap buku yang dia tulis akan jadi best seller, karena memang seorang poenulis itu menulis karena "INGIN.". Jadi dia lebih tertarik pada esensi menulis di bandingkan menjadikan bukunya itu laku keras, siapa tahu tulisannya di sukai para pembaca, itu sudah hal lain bagi seorang penulis. Sepertinya ruwet juga ya, tapi aku sudah faham maksudnya.
Hal lain dari pembahasan buku yang perlu di perhatikan kata Mas Anang, buku yang baik adalah buku yang mengangkat diskusi yang dinamis. kalau untuk yang terakhir ini aku setuju cara pandangnya, wajarlah namanya juga orang non fiksi.
Hampir lupa, dalam menulis tema yang kita angkat sebaiknya kita tulis dengan penuh semangat dan jadikan tema itu menjadi tema yang menyenangkan. Setelah itu, jangan pernah ragu untuk mengeksplor tema apa saja yang kita bahas, ini akan menyenangkan ..
Huh... cukup sampai disini blogging hari ini. Komentar, masukan, pisuhan dan segala macam kata yang pengen pembaca katakan, dengan senang hati sata terima hahahah..
Semoga ada manfaatnya, amien..
Salam. Mari menulis..!!
Tak perlu berlama-lama untuk intermezo, perkenalkan namanya Mbak Widi, seorang penulis buku yang bergabung dengan penerbit GAGAS Media. Sore itu, tanggal 14 Desember 2008 di Gedung conventional hall daerah Surabaya timur, dia yang mengisi salah satu agenda tentang kepenulisan. Satu lagi pemakalah yang hadir adalah mas Anang, berkepribadian lugas dan low profile, berbeda dengan mbak Widi yang ceplas-ceplos dan agak rame seh orangnya hehehe..
Satu hal yang perlu di cacat, bahwasanya menulis dan membaca itu ibarat 2 sisi mata uang, alias tak bisa di pisahkan. Kemudian untuk tangkas dalam menulis apapun, kita harus menambah dan mempunyai banyak referensi. Kebiasaan menulis juga harus di lakukan setiap saat, karena meskipun kita menulis satu kalimat tak pentingpun, suatu saat akan bermanfaat. Kita bisa memanfaatkan note book atau juga draft dalam email untuk menyimpan kalimat-kalimat itu untuk suatu saat kita kembangkan untuk menjadi sebuah tulisan yang utuh dan bermanfaat, setidaknya untuk kita konsumsi sendiri.
O ya, kata Mbak yang beberapa kali mengatakan "mati aja lho..!!" itu, penulis kadang mengalami kemandekan (stagnasi) dalam menulis atau istilahnya writers block gitu lah, gak tahu tulisanya bener atu tidak. Gejalanyanya disebabkan karena over idea atu mungkin zero idea. Hal ini juga bisa timbul akibat tidak adanya sebuah terobosan baru, ataupun inovasi dalam tekhnik menulis. Nah, cara untuk keluar dari hal ini sebenernya sangat mudah, tergantung pada individu penulis, contohnya; ada penulis yang malas nulis lalu dia tidur, maen, atu bahkan memaksa utuk tetap menulis meskipun malas, tabrak aja kemalasan itu. Cari sendiri jalan keluarmu...!!
Selain itu, untuk refresh terkadang kita juga butuh membuka kamus, mencari kata yang baru atau belum pernah kita gunakan untuk bereksperimen menciptakan suatu kalimat saja. Terus kebiasaan yang membantu juga adalah keluar rumah, nongkrong ditempat ramai dengan memasang telinga kita, istilahnya "nguping" gitu lah, dengarkan apa saja yang orang-orang sekitar kita sedang bicarakan. Dari sini akan ada ide-ide, tema ataupun kata baru yang akan menambah referensi di otak kita.
Heemm.... setelah membahas kepenulisan secara umum, kita jump sedikit ke penulisan non fiksi, mas Anang kebetulan membbagi ilmunya untuk ku. Kalau dalam non fiksi, salah satu kelebihannnya adalah kebebasan kita untuk bicara suatu hal yang vulgar, ini syah hukumnya, contoh simpelnya "kanker Payudara" it's oke karena ini ilmiah. Aku jadi ingat kata-kata sorang seniman yang aku temui di TBJT (Taman Budaya jawa Tengah), seniman hanya akan dinggap WARAS di dunia sastra dan seni, sedang di khalayak umum, mayoritas masyarakat menganggapnya GENDENG hahahaha... ternyata semua hal punya ruang lingkup sendiri-sendiri ya? Buktinya WC untuk cewek dan cowok di terminal atau di kampus terpisah, maaf kalau tidak setuju tapi otakkku tiba-tiba saja punya pengandaian itu.
Kembali ke pembahasan, dalam nonfiksi tulisan harus logis, ilmiah dan bisa dipertanggung jawabkan, setidaknya 3 hal itu wajib terpenuhi.
Sedikit melebar tentang buku, karena saat itu ada sesi tanya jawab maka aku acungkan jari ku. Inti pertanyaannya adalah kenapa banyak banget buku yang gak bermutu di cetak, buktinya banyak buku-buku tebal tapi harganya cuma Rp. 3.500,-, apa tidak kasihan penerbit dan penulisnya? trus gimana cara untuk menciptakan buku bermutu itu?. Ini dia jawaban dari Mbak widi yang kuhitung sudah empat kali dia mengacungkan jarinya kemuka, dengan tegas dia katakan "Setiap buku itu bermutu." Harga tidak bisa jadi patokan mutu suatu buku. Huh... tidak sepaham dengan opini ku ternyata, tapi ada benarnya juga karena alasan yang dia berikan cukup logis, yaitu dari penerbit sangat wajar sekali jika menurunkan harga dengan drastis karena pasaran suatu buku itu juga mengalami fluktuasi. Contohnya, bulan ini masyarakat lebih tertarik pada novel maka buku religi ataupun sience akan di turunkan harganya. Selain itu, ada kok penulis yang tidak terlalu berharap buku yang dia tulis akan jadi best seller, karena memang seorang poenulis itu menulis karena "INGIN.". Jadi dia lebih tertarik pada esensi menulis di bandingkan menjadikan bukunya itu laku keras, siapa tahu tulisannya di sukai para pembaca, itu sudah hal lain bagi seorang penulis. Sepertinya ruwet juga ya, tapi aku sudah faham maksudnya.
Hal lain dari pembahasan buku yang perlu di perhatikan kata Mas Anang, buku yang baik adalah buku yang mengangkat diskusi yang dinamis. kalau untuk yang terakhir ini aku setuju cara pandangnya, wajarlah namanya juga orang non fiksi.
Hampir lupa, dalam menulis tema yang kita angkat sebaiknya kita tulis dengan penuh semangat dan jadikan tema itu menjadi tema yang menyenangkan. Setelah itu, jangan pernah ragu untuk mengeksplor tema apa saja yang kita bahas, ini akan menyenangkan ..
Huh... cukup sampai disini blogging hari ini. Komentar, masukan, pisuhan dan segala macam kata yang pengen pembaca katakan, dengan senang hati sata terima hahahah..
Semoga ada manfaatnya, amien..
Salam. Mari menulis..!!
0 comments
click to leave a comment!